Breaking News

Purna TKI Taiwan 2 Kali Kontrak Kerja Bisa Membeli Rumah, Tanah dan Usaha

Seorang wanita purna TKW bernama Dasini, tinggal di Desa Wiyung, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon memiliki tekad baja seperti para wanita lainnya yang mengadu nasibnya merantau menjadi TKI untuk menghidupi keluarganya. Mereka rela menghadang bahaya menjadi pekerja migran untuk mendapatkan penghasilan lebih untuk membiayai keluarganya di kampung halaman. Tekad ini sebagian untuk sebuah tujuan berupa kemandirian dan sebagian lagi untuk keberhasilan.

Meski dari cerita beberapa pamong desa yang ditemui media Taiwan yang berbahasa Indonesia (Indosuara), sudah ada beberapa warga yang pulang dalam keadaan meninggal. Bahkan ada juga yang bertahun-tahun hilang tak tentu rimbanya. Hingga sekarang tak ditemukan keberadaannya, juga tidak ada kontak dengan keluarga.

Fakta seperti ini tidak menyurutkan niat warga setempat yang hendak bekerja ke luar negeri. Bagi mereka, nasib baik dan buruk seseorang itu tidak sama. Hanya ada satu tekad bekerja di luar yakni untuk bisa mandiri dan memiliki apa yang tidak bisa mereka miliki ketika hanya dengan bekerja sebagai petani atau berdagang keliling di kampung.

Laki-laki dan wanita penduduk kampung Wiyung umumnya mencoba peruntungan ke luar negeri. Para wanitanya bekerja sebagai pekerja rumah tangga ke Timur Tengah, Malaysia, Singapura dan negara-negara Asia Pasifik lainnya. Sedangkan yang laki-laki ada yang bekerja di pelayaran, di pabrik dan juga di perkebunan. Namun dibanding laki-laki yang juga bekerja ke luar negeri,menurut catatan jumlah tenaga wanita desa lebih banyak.

Salah satunya warga yang pernah dua kali bekerja di Taiwan sebagai caretaker adalah Umini. Ia tinggal di sebuah rumah yang masih tampak baru beberapa tahun direnovasi. Rumah dengan pagar teralis yang dinding-dindingnya didominasi warna kuning itu mengikuti arsitektur yang sedang trend saat itu. Di rumah itu Umini tinggal bersama suami, seorang anak perempuannya, adik laki-lakinya dan seorang anak laki-laki.

Dari tutur wanita ini diketahui bahwa ia dan suami bergantian menjaga anak dan bahu membahu dengan anggota keluarga lain untuk bisa menjadi pekerja di luar negeri. Gotong royong yang dilakukan keluarga ini ternyata tidak hanya dari bergantian menjaga anak mereka. Namun juga soal modal bekerja ke luar negeri. Hasil kerja pertama Umini dari Taiwan, menjadi modal suaminya untuk bekerja di sebuah pabrik perakitan mobil di Korea. Sebagian lagi untuk biaya keberangkatannya Sri ke Taiwan.

Hasil kedua sepulang dari Taiwan digabung dengan hasil kerja suaminya bisa ditabung untuk kebutuhan mereka di kampung. Termasuk membeli tanah, membangun rumah dan untuk usaha. Sekarang, Sri yang bertanggung jawab untuk membiayai adik laki-laki mereka yang baru lulus STM tahun lalu untuk bekerja di sebuah sektor nelayan di wilayah Asia Pasifik.

Motivasi keluarga ini mencari peruntungan di luar negeri karena di Indonesia mereka tidak memiliki pandangan pekerjaan yang lebih bagus dan menjanjikan. Sebagian besar pendapat keluarga Umini dengan pendapat beberapa penduduk desa yang ditemui Indosuara hampir sama. Bahwa kondisi pertanian dan juga dagang di dalam negeri tidak bisa diandalkan.

“Dulunya penduduk sini bekerja ke luar daerah sebagai pedagang. Tapi sekarang banyak yang ke luar negeri. Sejak tahun 2000 sampai sekarang jumlahnya terus bertambah. Soalnya hanya mengandalkan bertani saja, untuk hidup sehari-hari tidak cukup,” aku Umini.

Negara tujuan yang mereka incar adalah Asia Pasifik. Menurut Umini selain gaji relatif lebih tinggi, bekerja di Asia Pasific seperti di Hongkong, Taiwan, Korea dan Jepang, kondisinya lebih aman dibanding negara penempatan lain.

Keinginannya untuk memiliki tanah dan rumah sendiri bisa terwujud setelah ia pulang dari Taiwan 2 kali dibantu dengan hasil kerja suaminya dari Korea. Ia bersyukur telah memiliki rumah yang saat ini mereka tempati. Mimpinya untuk memiliki toko kelontong pun sedang dipersiapkan.

Selama di rumah, suami Umini ini bertani dan kadang-kadang menjadi tukang ojek. “Apa saja yang penting halal. Biar sedikit, tapi kan bisa lihat keluarga. Kalau ngejar uang besar ya tahun-tahunan pisah dengan anak istri,” papar Umini.

Source:IndoSuara