TKI Ini Telepon Kakaknya Sembari Menangis Saat Dideportasi dari Korea Selatan
Seorang pria tua yang tampak duduk sendirian di kursi goyang di teras
rumahnya yang terletak di Desa Pereng, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten
Karanganyar, Kamis (14/4/2016).
Sembari dia menghisap sebatang rokok kretek yang berada di tangannya, mata pria
tua ini hanya memandang lurus ke halaman rumahnya. Pria tua itu adalah
Harso Suwito (63), ayah dari Tri Wibowo (19), tenaga kerja Indonesia
(TKI) yang dideportasi Imigrasi Korea Selatan lantaran tidak lulus tes
medis.
Tri dipastikan harus kembali ke
Indonesia saat baru menginjakkan kaki di Korea Selatan, tepatnya di hari Rabu
(13/4). Hasil laboratorium setempat mengkonfirmasi pria itu mengidap
penyakit Tuberculosis (TBC).
Harso mengatakan, telah mengetahui kabar itu, karena anak bungsunya telah menghubungi keluarga dan menceritakan hal tersebut.
“Kemarin (Rabu-Red) malam sekitar pukul
21.00, anak saya yang bungsu menangis saat menelepon kakaknya dan
mengatakan dia tidak lulus tes kesehatan sehingga dideportasi,” ujarnya.
Harso menuturkan, saat ini anaknya sedang perjalanan pulang ke rumahnya yang terletak sekitar 30 menit dari Kota Solo.
Pria yang seluruh rambutnya sudah
memutih itu mengaku kaget ketika anaknya divonis menderita penyakit TBC
oleh pihak Imigrasi Korsel.
Menurut dia, selama menempuh pendidikan
di Karanganyar, Tri sehat-sehat saja dan tidak pernah memiliki riwayat
penyakit menular itu.
“Saat masih sekolah, anaknya sehat-sehat saja.
Usai lulus STM, dia (Tri-Red) bekerja di Batam selama setahun, kemudian
saya suruh pulang karena saya anggap tidak berhasil,” tukasnya.
Usai pulang ke kampung halamannya, Harso
meminta Tri untuk sekolah lagi di sekolah calon tenaga kerja untuk ke
Korea yang terletak di Karanganyar.
“Usai sekolah beberapa bulan kemudian
dia tes dan dinyatakan bisa berangkat ke Korea. Untuk berangkat ke Korea
ini, dia minta uang sekitar Rp 20 juta, yaitu untuk tes sebesar Rp 11
juta dan tiket pesawat Rp 9 juta,” ungkapnya.
Harso berharap setelah pulang anaknya
bisa menjalani terapi dahulu untuk menyembuhkan penyakitnya, kemudian
bisa ditanggung biayanya ke Korea saat sudah sembuh.
Menyesalkan
“KBRI sangat menyesalkan kejadian ini.
Mimpi yang dibangun calon TKI terkubur sudah. Karena itu, harus ada
kejujuran saat pemeriksaan, baik dari sisi calon TKI maupun pihak klinik
yang memeriksa. Mereka yang terbukti mempermainkan sertifikat kesehatan
sudah selayaknya mendapat ‘ganjaran’ setimpal,” kata Cecep Herawan,
Wakil Duta Besar RI di Korea Selatan.