Breaking News

Pergaulan Bebas TKI Taiwan Berujung Aborsi

Image result for abortion 
Taiwan-Setiap orang tentunya membutuhkan teman berbicara dan berbagi. Melalui pergaulan, kehadiran teman menjadi tempat berbagi suka dan duka, penolong bahkan menjadi pasangan hidup kita. Namun jika salah dalam memilih teman dan cara bergaul yang terjadi seseorang malah terjerumus dalam pergaulan bebas dan kehidupan malam yang liar. Taiwan sebagai Negara yang dikenal dengan kehidupan bebasnya seperti halnya Hongkong, bagi para tenaga kerja Indonesia sehingga sebagian tenaga kerja Indonesia tidak lepas yang namanya alkohol dan dunia malam. Kehidupan dunia malam seperti hubungan free sex insan berlainan jenis sudah bukan dikatakan sebagai angin lalu lagi. Lebih parahnya lagi hal tersebut berujung kepada pengguguran kandungan (aborsi) dan didukung legalitas aborsi di Taiwan yang diberlakukan semenjak 1985 silam. Dikutip dari www. Asiansentinel.com, Prof Lue Hung-Chi dari fakultas kedokteran Universitas Nasional Taiwan mengungkapkan diperkirakan sekitar 300 ribu hingga 500 ribu aborsi terjadi di Taiwan. Hal itu senadapun bilangan 300 ribu hingga 500 ribu diungkapkan oleh Pan Hung Shan, seorang dokter dari departemen Obstetri dan Ginekologi dari Shin Kong Wo Ho Su Memorial Hospital. Jika perkiraan itu benar maka Taiwan menjadi salah satu Negara per kapita dengan tingkat aborsi tertinggi di dunia yang ironisnya Taiwan menjadi Negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia.

Aborsi di Taiwan di bolehkan untuk kasus-kasus berikut ini
Jika wanita dan suaminya memiliki penyakit genetik atau sakit menular atau sakit mental
Jika wanita atau keluarga suaminya memiliki riwayat penyakit genetik sampai 4 generasi
Jika kehamilan tersebut membahayakan jiwa si wanita atau menyebabkan bahaya secara fisik atau mental yang ditentukan berdasarkan alasan medis yang rasional
Jika bayi yang belum lahir akan lahir dengan cacat seperti yang ditentukan dalam alasan medis
Jika wanitahamil karena pemerkosaanataurayuanatau melaluihubungan kerabat yang secara hukummelarangnya salah satupembelaan dirinya
jika kehamilanmemiliki pengaruh yang merugikan kepada kesehatan psikologisatau fisikdariwanitaatau kehidupankeluarganya.
Ditemui dikliniknya di daerah Ta Tung Taipei, Dr. Winifred ting menjelaskan legalitas aborsi memang diperbolehkan bagi wanita berusia di atas 20 tahun yang ingin menggugurkan kandungannya. Sedangkan bagi wanita dibawah 20 tahun bisa menggugurkan kandungannya setelah mendapatkan izin dari orang tuanya. Dokter yang mengasuk rubrik kesehatan wanita di tabloid Indosuara mengungkapkan bahkan ia pernah mendapat pasien aborsi berusia 18 tahun dari Vietnam. Kalau mereka yang datang dengan usia kehamilan di atas 6 bulan, saya tolak sahutnya.

Setiap dari hari prakteknya dari 7 hingga 8 orang, 3 orang berasal dari luar Taiwan seperti Indonesia dan Vietnam melakukan aborsi. Meskipun yang lebih sering mereka yang berasal dari Vietnam dikarenakan mereka banyak yang menikah di Taiwan. Mereka yang ingin melakukan aborsi bila 4 sampai 6 jam sebelumnya belum makan maka dibutuhkan waktu 30 menit saja bagi mereka untuk membersihkan liang peranakan sahutnya. Klinik dokter Wini sekarang ini tidak melayani persalinan, sedangkan untuk aborsi ia menetapkan harga 6000 NT$ . ia tidak mempermasalahkan mereka melakukan aborsi, mereka kan manusia sebagai manusia membutuhkan sex, kalau mereka tidak berhubungan maka seperti bukan manusia ungkapnya. Mereka membutuhkan sex diluar tetapi bukan berarti saya menghimbau untuk melakukan hal demikian sahutnya. Saya juga setuju jika para tenaga kerja memiliki hari libur dan mudah mendapat majikan. Karena ketidak adaan hari libur, hal itu menurutnya akan mempengaruhi mental yang kurang bagus dan dapat mengarah kepada aktivitas yang kurang baik ungkapnya lagi. Dokter Wini yang bersuamikan seorang dokter pula biasa menanyakan kesungguhan si pasien untuk menggugurkan kandungan. Kalau pasien tersebut seperti terlihat dipaksa, ia tidak akan melayani. Menurut dokter Wini tidak semua yang datang ke pasiennya ingin menggugurkan kandungan. Kadang ada orang yang datang meminta surat pengantar bahwasanya ia tengah mengandung 6 bulan ke atas kemudian klinik memberikan surat pengantarnya. Ia pun menangani pasien yang datang dengan keluhan penyakit kelamin seperti Sipilis, Raja Singa, dan HIV AIDS. Selama bertahun-tahun ia membukan praktek namun hingga kini belum pernah ada yang menggugat pelayanannya. Ia mengakui kliniknya memberi kemudahan dibanding rumah sakit besar karena umumnya para pasien harus menunggu sekitar seminggu untuk dapat menggugurkan kandungannya sedangkan di kliniknya pasien bisa langsung ditangani pada hari tersebut.

Ratu Aborsi di Taiwan

Menyambung perkataan dokter Wini di atas, Indosuara berhasil mewancarai Mawar (nama samaran), pelaku aborsi di Taipei yang bekerja di Chung san Pei Lu. Ia melakukan aborsi karena diminta sang pacar yang berkewarganegaraan Taiwan. Memang kandungannya belum mencapai sebulan. Jadi pengguguran kandungannya sangat sederhana saja sahut Mawar. Klinik daerah Sanchong menjadi saksi bisu perilakunya. Ia disuruh dokter meminum sesuatu kemudian ia disuntik setelah itu kurang lebih selama 2 minggu ia mengalami pendarahan. Mila mengaku, pergaulan di Taiwan terlalu bebas tetapi kalau diri kita tidak ikut-ikutan dengan lingkungan orang Taiwan maka tidak akan berpengaruh jadi itu semua tergantung pada diri kita masing-masing sahutnya.

Hal yang sama juga terjadi pada melati (nama samaran), seorang tenaga kerja Indonesia di kota Taipei, awalnya ia merasa mendapat perhatian dari seorang cowok dari salah satu Negara di Afrika. Bahkan tidak segan-segan sang cowok merogoh koceknya untuk melati. Sampai akhirnya melati terperdaya dan jatuh kepada pelukan sang cowok yang mengaku ngaku seorang mahasiswa kedokteran, Hingga akhirnya melati hamil 2 bulan. Karena wanita asal Sumatra ini sudah memiliki keluarga maka tidak mungkin baginya untuk pulang dalam keadaan hamil atau membawa anak orang lain. Satu-satunya pilihan adalah menggugurkan kandungannya. Januari 2013 silam ia menggugurkan kandungannya, namun malang pengguguran tersebut dirasa kurang bersih masih meninggalkan borok sehingga februari 2013 ia melakukan kuret kandungan sekali lagi, kejadian ini sebagaimana diceritakan oleh Yuni sahabatnya.

Berbeda dengan Mawar dan Is, warga Indonesia yang bekerja di Taiwan, sebut saja namanya Ana, menceritakan perihal teman ilegalnya bernama Rina yang terjerumus dalam kehidupan dunia hitam dan pergaulan bebas. Hal demikian menurutnya wajar karena Rina bekerja di KTV di daerah Chingmey. Minuman keraspun sudah bukan barang yang tabu lagi baginya. Belum lama ia bekerja disana ia sudah positif hamil, ia telat dua bulan. Tidak kurang akal, Rina meminjam askes temannya sehingga iapun bisa menggugurkan kandungannya di sebuah klinik. Kejadian itu tidak membuat Rina sadar ia hamil kembali bahkan kandungannya mencapai usia lima bulan. Tapi akhirnya ia gugurkan juga. Terakhir ini ia hamil kembali melalui hubungan gelapnya dengan seorang warga Taiwan. Kali ini ia tidak ingin menggugurkan kandungannya. Pasalnya sang pacar telah berjanji untuk menikahinya, pulang bersama dengannya ke Indonesia dan mengurus visa tinggal di Taiwan untuknya. Ternyata semua itu kandas ditengah jalan, sang pacar ditangkap polisi karena menjadi Bandar dan pengedar narkoba. Saat kandungannya sudah mendekati kelahiran, Rina menetap di panti asuhan di daerah Mucha, dan disana ia melahirkan. Karena sering kali ia melakukan aborsi maka temannya menggelarinya ratu aborsi.

Mengaca kepada tiga cerita di atas, dorongan bagi tenaga kerja Indonesia melakukan aborsi yang utama adalah menghindari pemulangan yang dilakukan oleh agency dan majikan, tidak ada keinginan dengan benih yang tengah dikandungnya atau bermotif menyembunyikan aib dihadapan suami, keluarga dan masyarakat di daerahnya