Magetan Hasilkan 3 Janda Setiap Hari yang Didominasi Pasangan TKI
Setiap bulan selalu saja ada janda baru di kota Magetan. Sepanjang Januari tahun ini saja, pengadilan agama (PA) setempat telah memutuskan sebanyak 90 sidang perkara perceraian. Jika dirata-rata, dalam sehari ada tambahan tiga janda. Jumlah tersebut dipastikan bertambah karena masih menyisakan 341 kasus cerai lainnya yang berlanjut bulan ini.‘’Tapi ada penurunan jika dibandingkan Januari tahun lalu yang memutus 106 dari total 503 perkara yang disidangkan,’’ kata Panitera PA Magetan Subban Kahrowi, kemarin (5/2).
Rowi –sapaan akrab Subban Kahrowi- tidak menampik jika warga Magetan yang mengajukan cerai cukup tinggi. Dia pun unjuk bukti, dari data yang ada di mejanya, perkara cerai gugat mencapai 126. Sedangkan cerai talak sebanyak 45. Jumlah tersebut tidak termasuk sisa ratusan perkara yang belum diputus pada Desember 2016. ‘’Kecenderungannya dari tahun ke tahun kasus perceraian didominasi cerai gugat,’’ ungkapnya.
Dalam dua tahun terakhir, kata dia, setiap bulan ada sekitar 100 perkara masuk. Sepanjang tahun lalu, PA Magetan telah memutus 1.271 dari total 1.325 perkara yang masuk di persidangan. Perinciannya, 893 pengajuan cerai gugat dan 432 cerai talak. Jumlah itu menurun tipis sekitar 3,4 persen atau hanya 24 kasus dibanding sepanjang 2015.
Menurut Rowi, tidak ada keharmonisan yang ditandai perselisihan terus menerus menjadi biang keladi utama perceraian. Disusul alasan meninggalkan kewajiban mencukupi ekonomi dan menelantarkan keluarga. Setelah itu, faktor pihak ketiga dalam membina rumah tangga.
Dia menyebut pasangan suami istri (pasutri) yang memilih bercerai memiliki berbagai latarbelakang. Ada yang petani, Tenaga Kerja Indonesia (TKI), hingga PNS. Alasannya pun beragam. Mulai menghilang tanpa kabar hingga kedapatan memiliki wanita atau pria idaman lain. ‘’Tapi kalau dalam persidangan itu tidak terbukti, hakim bisa menolak gugatannya,’’ kata Rowi.
Dari berbagai jenis latar belakang pasangan berceraai, pasangan dari kalangan TKI yang paling mendominasi. Alasan ekonomi, tanggung jawab, ketiadaan komunikasi hingga kehadiran orang ketiga menjadi pemicu paling dominan pada pasangan berlatar PMI yang mengurus perceraian. Sebagai kawasan yang pernah mendapat kantong PMI terbesar di Jawa Timur, ternyata sisi lainnya, banyak pula pasangan PMI yang menjadi janda atau duda.
Dia menambahkan, seringkali sejumlah kasus perceraian dipicu masalah sepele. Itu biasanya terjadi pada pasutri yang usianya tergolong masih muda. Mental membina bahtera rumah tangga belum matang.
‘’Dari berkas hanya ada sedikit yang ditolak atau berhasil dimediasi. Selebihnya selalu diputus berpisah,’’ pungkasnya.
Sumber:ApaKAbarPlus