Breaking News

Purna TKI Malang Sukses Beli Sawah, Buka Toko dan Naik Haji

Dalam perjalanan waktu, toko sembako yang dibangun oleh Umi, diberikan kepada Dyah, putri semata wayangnya, untuk dikelola lebih lanjut. Umi sendiri tetap menjalankan usaha depotnya. Dari usahanya itu, dalam sebulan Umi bisa meraup laba dengan kisaran Rp. 300 ribu – Rp. 700 ribu per bulan. Jumlah ini dianggap cukup besar, untuk ukuran desa Jambuwer.

“Bagi yang lain, jumlah ini mungkin terlalu kecil. Namun bagi saya, ini sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari,” terang Umi.

Sedangkan untuk laba bersih yang diperoleh toko sembako, Umi tidak mengetahui secara pasti. Pasalnya, pengelolaan sudah diserahkan kepada sang putri. Ia hanya mengatakan, laba yang diperoleh toko sembako, jelas berada di atas depot.

Umi tidak memberikan target dalam meraih laba atau balik modal. Baginya, yang penting adalah mengalir begitu saja. Soal rejeki dan berapa yang didapat, Umi hanya pasrah pada Tuhan. ”Tidak ada target bagi saya kapan harus balik modal. Yang penting kami mensyukuri apa yang kami dapat.”

Perjuangan hidup Umi dan keluarganya memang tidaklah mudah. Apalagi, desa Jambuwer yang terletak sekitar 40 kilometer dari pusat kota Malang, memang dikenal sebagai salah satu daerah ”pengekspor” buruh migran, dengan tujuan Taiwan dan Hongkong.

Hampir sebagian besar warga Jambuwer, terutama perempuan berusia produktif, memilih merantau ke luar negeri, dengan harapan merubah nasib dan masa depan keluarga mereka. Tidak terkecuali Umi.

Untuk bisa mendapatkan semuanya, berbagai tahapan telah dilalui Umi. Dalam enam tahun bekerja, ia berhasil membeli ½ hektar kebun. Tak lama kemudian, ia juga berhasil membeli ¾ hektar sawah, yang sekarang sedang ditanami padi. Sawah yang digarap Tamsuri, sang suami, juga tergolong produktif. Dalam setahun, mereka berhasil panen 3 kali, dengan rata-rata sekali panen mencapai 1,5 ton padi.


Setelah berhasil membeli sawah, kebun dan berwirausaha, Umi dan suaminya, di tahun 2010 juga telah menunaikan ibadah haji di Mekkah. Impian yang sudah lama dinantikan ini, berhasil diwujudkannya setelah menabung dari hasil kerjanya selama 15 tahun.

”Senang rasanya bisa menunaikan ibadah haji. Apalagi, ini adalah impian saya sejak lama,” ungkap perempuan berusia 45 tahun ini.

Kepada IndosuarA, Umi pun tidak segan berbagi tips kesuksesan. Ia mengatakan, dalam setiap pekerjaan, buruh migran harus mengutamakan kejujuran dan kedisplinan. Jika kedua hal ini dijalankan dengan baik, niscaya majikan atau pengusaha tidak akan berbuat nakal. Menurut dia, dengan menjalankan dua hal ini, dirinya tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, seperti penahanan gaji, siksaan, maupun umpatan dari majikan.

Ia juga meminta kepada buruh migran yang sudah pulang ke Indonesia, untuk tidak kembali lagi bekerja di luar negeri. Baginya, masih lebih baik dan lebih enak bekerja di negara sendiri, daripada harus berpisah dengan keluarga bekerja di negara lain.


Setali tiga uang, Umi juga mengharapkan pemerintah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan sejahteranya masyarakat, niscaya tidak akan ada lagi warga Indonesia yang mengadu nasib di negeri orang.

Hal lain yang lebih penting adalah pemerintah wajib memperhatikan pendidikan bagi warganya, terutama di daerah pedesaan, seperti Jambuwer. Serta membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya.