Data Paspor Dikoreksi, Suyanti Dipenjara 6 Bulan
Hong Kong, 26 Mei 2016, Suyanti, buruh migran Hong kong yang tahun kelahirannya di paspor dikoreksi Imigrasi Malang, divonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Hong Kong pagi ini. Hakim, Mr. Andrew MA, di Shatin Magistracy Court memvonis Suyanti karena dianggap telah berbohong kepada Departemen Imigrasi Hong Kong terkait identitasnya ketika masuk dan bekerja di Hong Kong.
Perempuan asal Blitar ini bekerja di Hong Kong pada satu majikan dari 2000 hingga 2007. Ketika itu, PJTKI yang memberangkatkannya, mengubah tahun kelahirannya di paspor dari 1984 menjadi 1980.
Maret 2016, Suyanti kembali terbang ke Hong Kong untuk bekerja pada majikannya dulu. Namun kali ini, tahun kelahirannya di paspor baru telah diubah oleh Kantor Imigrasi Malang.
Sesampainya di Hong Kong, Suyanti mengajukan pembuatan Identity Card baru di kantor imigrasi Hong Kong karena ID lama hilang. Ketika jadwal pengambilan, petugas imigrasi menyuruh Suyanti mendatangi Kantor Imigrasi Bagian Investigasi di Kowloon Bay pada 28 April 2016 dan langsung di tahan. Suyanti dipersidangkan di Pengadilan Fanling pada 30 April 2016 dan tidak diberi kesempatan menunggu kasus diluar penjara.
Suyanti divonis bersalah atas tuduhan memalsukan identitas dan divonis 12 bulan penjara tapi dipotong 6 bulan karena mengaku bersalah. Suyanti tidak mengira nasibnya akan seperti ini.
“Kami sangat kecewa dengan pendampingan KJRI. Sejak Suyanti ditangkap, kami sudah melaporkannya ke KJRI dan meminta supaya Suyanti dan pengacaranya diarahkan. Tapi tidak ada upaya kesana. Ibu Titin, pegawai KJRI yang datang di sidang juga tidak menyakinkan pengacara untuk upaya pembelaan”
jelas Sringatin yang hadir di persidangan.
Menurut Sringatin, KJRI punya akses masuk ke penjara untuk mengarahkan Suyanti dan bertemu dengan pengacaranya. Tapi upaya itu tidak dilakukan. Akhirnya Suyatin hanya mengikuti arahan pengacara agar mengaku bersalah agar hukumannya diperingan.
Dalam catatan JBMI, Suyanti adalah korban keenam yang dipenjara di Hong Kong sejak penerapan paspor biometrik pada Januari 2015. Korban lain adalah Slamet Riyani, SS, SNI, MH dan AR. Selain itu, tak terhitung buruh migran yang terpaksa memutuskan kontrak dan pulang ke Indonesia karena takut dipenjara.
Dari survey JBMI terhadap buruh migran di Hong Kong, Januari – Maret 2016, ditemukan pemalsuan nama sebanyak 15,5% dan pemalsuan tanggal/bulan/tahun kelahiran sebanyak 31%. Pelaku utama pemalsuan adalah PJTKI yang memberangkatkan.
Menyikapi pernyataan perwakilan KJRI-Hong Kong di media online bahwa BMI yang mengubah identitas di paspornya di Indonesia jangan kembali ke Hong Kong, JBMI menilai sikap ini semakin menunjukkan pemerintah sengaja membiarkan dan bahkan menjerumuskan para korban dengan tidak memberikan jaminan kepastian hukum.
“Jika tidak ada pendekatan cepat dan kesepakatan dengan pemerintah Hong Kong, kecil kemungkinan korban-korban lain yang sedang menunggu sidang selamat. Pemalsuan data paspor adalah salah satu praktek perdagangan orang/human trafficking. Harusnya pemerintah menghukum PJTKI yang memalsukan dan bukan sebaliknya” tegas Sringatin.
Sumber: jbmihongkong