Wah.. 7000 TKI di Korea Overstayer, Jika Tidak Dipulangkan Program G to G Terancam Dibekukan!
Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) overstayer tidak hanya terjadi di Timur Tengah dan di Malaysia saja. Hal tersebut pun juga terjadi di negara penempatan seperti Korea Selatan.
Berdasarkan data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korea Selatan, TKI overstayer di Korea sudah mencapai kisaran 7.000 orang, atau mencapai 13 persen dari seluruh TKI di sana.
Padahal, Pemerintah Korea sudah memperingatkan bahwa bila overstayer tersebut mencapai 15 persen, maka akan melakukan pembekuan sementara pengiriman TKI formal dalam kerangka 'Government to Government' atau G to G.
Adapun salah satu alasan TKI di Korea lebih memilih untuk menjadi overstayer, karena besarnya gaji/penghasilan di Korea berkisar hingga Rp. 15 juta per-bulan.
"Dengan pendapatan lebih dari 15 juta/bulan, banyak yang enggan pulang kampung karena takut sengsara. Akibatnya ribuan TKI di Korea telah overstayer," kata Minister Counsellor KBRI Seoul, M Aji Surya, seperti dilansir dari Tribun Jateng di sela kunjungannya di Semarang, Minggu (29/06/16).
Menurutnya, bila problem overstayer ini tidak ditangani secara serius, maka dapat mengganggu pengiriman TKI formal yang jumlahnya kisaran 4.000 orang per-tahun.
"Pemerintah Pusat dan KBRI Seoul harus bahu-membahu dalam memberikan pemberdayaan bagi TKI purna di Korea, sehingga mereka bersedia pulang ke kampung halaman dengan penuh semangat," tegas Aji.
Di sisi lain, lanjutnya, masalah yang mengemuka adalah ketidaksiapan para TKI untuk memulai hidup baru di tanah air setelah selama ini memperoleh gaji dan lembur yang mencapai lebih dari Rp 20 juta sebulan.
Sedangkan ketika pulang dan hanya mengambil tabungan, lanjutnya, maka mereka merasa masa depannya suram. Untuk itulah sebagian TKI kemudian memilih menjadi overstayer dengan risiko yang cukup besar.
"Bayangkan, mereka itu umumnya tidak dilindungi dengan asuransi kesehatan, sehingga kalau terpaksa masuk rumah sakit maka uangnya bisa ludes dan membebani teman-temannya. Selain itu, kalau tertangkap polisi maka risikonya akan dipenjara sebelum dideportasi," pungkas Aji. (TRB/Ib***)
Berdasarkan data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korea Selatan, TKI overstayer di Korea sudah mencapai kisaran 7.000 orang, atau mencapai 13 persen dari seluruh TKI di sana.
Padahal, Pemerintah Korea sudah memperingatkan bahwa bila overstayer tersebut mencapai 15 persen, maka akan melakukan pembekuan sementara pengiriman TKI formal dalam kerangka 'Government to Government' atau G to G.
Adapun salah satu alasan TKI di Korea lebih memilih untuk menjadi overstayer, karena besarnya gaji/penghasilan di Korea berkisar hingga Rp. 15 juta per-bulan.
"Dengan pendapatan lebih dari 15 juta/bulan, banyak yang enggan pulang kampung karena takut sengsara. Akibatnya ribuan TKI di Korea telah overstayer," kata Minister Counsellor KBRI Seoul, M Aji Surya, seperti dilansir dari Tribun Jateng di sela kunjungannya di Semarang, Minggu (29/06/16).
Menurutnya, bila problem overstayer ini tidak ditangani secara serius, maka dapat mengganggu pengiriman TKI formal yang jumlahnya kisaran 4.000 orang per-tahun.
"Pemerintah Pusat dan KBRI Seoul harus bahu-membahu dalam memberikan pemberdayaan bagi TKI purna di Korea, sehingga mereka bersedia pulang ke kampung halaman dengan penuh semangat," tegas Aji.
Di sisi lain, lanjutnya, masalah yang mengemuka adalah ketidaksiapan para TKI untuk memulai hidup baru di tanah air setelah selama ini memperoleh gaji dan lembur yang mencapai lebih dari Rp 20 juta sebulan.
Sedangkan ketika pulang dan hanya mengambil tabungan, lanjutnya, maka mereka merasa masa depannya suram. Untuk itulah sebagian TKI kemudian memilih menjadi overstayer dengan risiko yang cukup besar.
"Bayangkan, mereka itu umumnya tidak dilindungi dengan asuransi kesehatan, sehingga kalau terpaksa masuk rumah sakit maka uangnya bisa ludes dan membebani teman-temannya. Selain itu, kalau tertangkap polisi maka risikonya akan dipenjara sebelum dideportasi," pungkas Aji. (TRB/Ib***)