Rurik Jutting mengaku kasihan terhadap korbannya
RURIK Jutting, terdakwa pembunuhan dua warga Indonesia (WNI) di Hong Kong mengaku kasihan terhadap kedua korbannya. Mantan bankir ini juga mengatakan dia sengaja membunuh korban agar jangan sampai terlalu menderita.
“Apakah benar kalau terdakwa (Jutting) mengatakan kepada Anda bahwa dia merasa kasihan terhadap korban pertama (Sumarti Ningsih) yang harus mencari uang dengan cara yang menyedihkan sedemikian, lalu dia yang punya banyak uang justru mengambil nyawanya?”, tanya Jaksa kepada Profesor Derek Perkins, yang menjadi saksi ahli di sidang lanjutan, Selasa, (1/11/2016).
Profesor Derek Perkins yang adalah psikolog pribadi dari Jutting sejak dia masih berada di Inggris pada tahun 2012 ini lantas mengiyakan pertanyaan jaksa. Namun ahli kejiwaan forensik anggota Komunitas Psikologi Inggris Raya ini lantas menyatakan hal tersebut tetap bukan berarti Jutting mampu merasa empati terhadap kedua korbannya itu.
Sidang hari ini menghadirkan dua pakar ilmu kejiwaaan dari Inggris untuk menganalisis apakah Jutting cukup waras saat melakukan pembunuhan tersebut sehingga dapat divonis bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Jutting sebelumnya telah mengaku bersalah melakukan pembunuhan tak direncanakan atau man slaughter, yang hukumannya jauh lebih ringan. Namun pengakuan ini ditolak 8 juri di Pengadilan Tinggi Hong Kong sehinggga sidang pun berlanjut berhari-hari untuk menentukan apakah mantan bankir Inggris itu layak diadili atas perbuatannya itu atau tidak.
Kepada polisi Hong Kong, Jutting juga mengaku bahwa dirinya menggorok leher Sumarti Ningsih supaya dia tidak lagi merasa penderitaan setelah disiksa dan diperkosa. Namun di wawancara interogasi lainnya, Jutting juga sempat mengatakan dia merasa harus membunuh Ningsih karena ibu beranak satu itu tahu di mana dia tinggal, bagaimana wajahnya, dan juga nomor teleponnya, sehingga Ningsih harus dibunuh agar tak melaporkan mantan bankir itu ke polisi Hong Kong.
Simpang siur pengakuan Jutting terhadap polisi dengan apa yang diakuinya kepada psikolog pribadinya inilah yang menjadi perdebatan antara tim pembela dengan jaksa. Tim Pembela berusaha agar Jutting dianggap tak cukup waras karena menderita kelainan kepribadian narsisme dan anti sosial sehingga tak bisa dituntut bertanggungjawab atas perbuatannya menyiksa dan membunuh Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih di Hong Kong pada 2014 lalu.
Sumber:SUARAHK