Terima Paket Narkoba dari Pacar Facebook, BMI Hong Kong ini Masuk Bui 12 Tahun
Seorang BMI asal Wonosobo berinisial FT, kini berusaha mengajukan banding terakhir setelah divonis 12 tahun penjara gara-gara menerima paket yang ternyata berisi narkoba. Paket yang berasal dari Brazil itu dikirim sang pacar yang dikenalnya lewat media sosial facebook.
“Saya hanya ingin bisa pulang secepatnya dan berkumpul lagi dengan anak serta ibu saya. Karena hanya mereka berdua yang saya punya dan hanya saya tulang punggung untuk mereka mencari nafkah,”
Saat berita ini diturunkan, FT didampingi Pekerja Sosial Pastor John Wotherspoon, untuk mengajukan surat permintaan naik banding ke pengadilan akhir atas vonis penjara 12 tahun yang dijatuhkan atas ibu seorang anak ini.
Pengadilan Tinggi Hong Kong menjatuhkan vonis 12 tahun penjara atas FT pada 1 Agustus 2016 dengan dakwaan bersalah sebagai penyalur narkoba. Setelah mendapat potongan karena mengaku bersalah sebelumnya, hukuman penjara FT dikurangi menjadi 8 tahun.
Di penjara Lo Wu, FT mengaku kaget saat mengetahui vonis penjara 12 tahun tersebut. “Soalnya banyak orang-orang (sesama WNI narapidana-Red)di Tai Lam ngomong ke saya, supaya saya mengaku bersalah saja, play guilty, kalau nggak penjaranya bisa lama. Tapi ternyata saya malah kena 12 tahun,” kata FT di kutip dari SUARA HK.
Ibu satu anak ini mengaku menyesal gegabah mengaku bersalah tanpa berpikir masak-masak. Apalagi, pengakuannya saat ditangkap petugas bea cukai Hong Kong jadi berbeda dengan pengakuan bersalah saat kasusnya telah dibawa ke Pengadilan Tinggi.
Di sidang, Hakim mempertanyakan perbedaan ini dan menjadi tak simpati dengan FT. Akhirnya vonis 12 tahun pun dijatuhkan kepada FT.
“Soalnya kata lawyer-nya, kalau mau play guilty, saya harus ngaku dan bilang sudah tahu paket itu isinya narkoba. Sebenarnya saya sumpah, demi Allah, nggak tahu itu ada drugsnya,” kata FT.
Asal mula FT terjebak terima paket narkoba
FT pertama kali datang ke Hong Kong sebagai BMI pada 2013 untuk menghidupi anak dan ibunya di kampung. Namun FT tertarik jadi anak paperan pada 2015. Sejak itupula, FT bekerja mencari nafkah sambil kucing-kucingan dengan aparat Hong Kong.
Kerasnya hidup di luar, membuat FT menjadikan facebook sebagai tempat curhat. Dia aktif mengunduh berbagai foto-foto pribadi bersama teman, juga foto sang anak di kampung yang masih berusia 8 tahun.
Siapa sangka, facebook pula yang akhirnya menggeret FT mendekam di bui. Pada April 2015, seorang pria yang mengaku bernama Joseph asal Brazil, tiba-tiba menghubungi akun FT dan mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. “Setelah 2-3 hari, Joseph hubungi saya lagi (lewat facebook-Red) dan bilang mau kirim gift (hadiah-Red). Saya bilang, really? Soalnya adik saya di Indonesia pernah ketipu hadiah-hadiah begitu sampai jutaan,” kata FT berkisah.
Namun sang pria terus membujuk dan menyakinkan FT bahwa dia hanya mengirimkan hadiah tanpa ada embel apapun. “Saya ya percaya aja, apalagi Joseph nggak minta dikirim duit dulu buat tebusan kayak (pengalaman-Red) adik saya,” kata FT.
Singkat cerita, Joseph berjanji mengirimkan kado baju dan sepatu kepada FT. Pria yang belum pernah ditemuinya secara langsung inipun meminta FT mengirimkan nama sesuai HK ID, serta alamat rumahnya di Hong Kong.
Namun karena FT berstatus anak paperan, dia akhirnya meminjam HK ID milik temannya yang bekerja sebagai BMI di Hong Kong. FT lantas memberitahukan nama sang teman kepada Joseph, namun tetap tak bisa memberikan alamat rumah untuk dikirimi paket itu.
“Joseph terus bilang kamu kenal Santi? Joseph kasih nomor telepon Santin, supaya aku hubungi. Katanya nanti gift-nya mau dikirim ke alamat rumah Santi di Kam Tin,” kata FT.
Joseph mengaku telah lama mengenal Santi lewat facebook. Bagai kebetulan, FT sendiri kenal Santi sebagai sesama mantan BMI di Hong Kong dan telah punya nomor teleponnya. Jadilah FT dan Santi saling kontak, dan Joseph pun sepakat untuk mengirimkan ‘kado’ itu ke alamat rumah Santi di Kam Tin. Sementara nama yang dituju menggunakan nama teman FT, yang HK ID-nya dipinjam.
Pada 1 September 2015, Santi menghubungi FT dan memberitahu bahwa ada paket untuknya. Namun, FT harus datang ke kantor pos Kam Tin untuk mengambilnya. Pos Hong Kong sendiri hanya mengirimkan kartu pemberitahuan ke alamat rumah Santi, yang selanjutnya harus dibawa FT saat mengambil paket itu nanti.
“Santi bilang dia tunggu di pasar Kam Tin, nanti kita makan bareng kalau saya sudah selesai ambil paket itu. Saya saat itu nggak ada pikiran jelek apa-apa,” kata FT.
Mantan BMI itupun kaget saat dicegat para petugas bea cukai begitu hendak meninggalkan kantor pos bersama paket yang baru diambilnya. Petugas memberitahu bahwa dia ditangkap karena paket itu berisi ice atau shabu-shabu. “Joseph bilang isinya baju dan sepatu, tapi ternyata isinya kayak begitu,” kata FT.
Semula petugas bea cukai menyuruh FT menelpon Santi dan memintanya segera datang menemui FT di pasar Kam Tin. Namun FT terpaksa gigit jari karena Santi menolak dan akhirnya menghilang tak tahu rimbanya. FT pun terpaksa bertanggungjawab dan didakwa sebagai penyalur narkoba internasional. Meskipun, mantan BMI ini bersikeras menyatakan tak tahu apa-apa tentang narkoba di dalam paket tersebut.
Pastor John Wotherspoon menyatakan, kasus FT sebenarnya banyak dialami para buruh migran ataupun anak paperan lainnya di Hong Kong. “Mereka sebenarnya hanya dimanfaatkan kartel-kartel narkoba besar, untuk perdagangan narkoba. Kalau ketahuan, orang-orang seperti FT ini yang jadi tumbal masuk penjara,” kata Pastor Wotherspoon.
Dia juga menyayangkan ketidakpahaman FT akan sistem hukum. Mantan BMI tersebut tak menggunakan hak diam saat diinterogasi aparat, dan menceritakan semuanya tanpa didampingi pengacara. Hal ini berbahaya, karena akhirnya pengakuan FT saat ditangkap dengan pengakuan terakhirnya di Pengadilan Tinggi jadi berbeda.
FT juga belum didampingi pengacara selama 10 minggu pertama kasusnya diproses. Dia baru ditemui pengacara dari Legal Aid, hanya dalam waktu 2 minggu sebelum kasusnya naik sidang di Pengadilan Tinggi Hong Kong.
Sumber: Suara HK