Dirundung Rasa Kangen, Merindukan Anak yang Menjadi TKW
Di kutip dari Jawapos,Enam tahun sudah Sutarti memendam kerinduan kepada anaknya menjadi TKW. Perasaan yang lazim dialami orang tua saat berpisah dengan buah hatinya.
Terlebih, Sutarti putus komunikasi dengan Atika Yanuarini, sang anak, yang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hongkong.
Demi mengobati rasa rindu, sang ibu hanya bisa memandang foto buram putrinya pada saat ini.
Perempuan berbaju putih dengan setelan celana hijau itu tak kuasa membendung air mata.
Sesekali tangan kirinya menguusap air mata saat berbincang dengan pegawai Pemkab Madiun yang menemuinya di Balai Desa Banaran, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.
Dengan terduduk lemas, Sutarti menceritakan anak pertamanya yang bekerja di"Hongkong".
‘’Sudah enam tahun tidak ada kabar sama sekali,’’ katanya.
Atika Yanuarini berangkat ke negara berjuluk Pearl of Orient itu pada 2011 silam.
Perempuan 33 tahun itu hanya sekali menelepon Sutarti semasa bekerja di Hongkong. Tepatnya setelah dua bulan menjadi pembantu rumah tangga (PRT).
Saat itu, Tika -sapaan akrabnya- memberitahu sang ibu jika dia bertemu salah seorang tetangganya yang kebetulan sama-sama mengadu nasib di Hongkong.
‘’Saya senang. Di negara orang masih bisa bertemu tetangga,’’ aku perempuan 52 tahun tersebut.
selepas percakapan itu, setelah 2 bulan Tika hilang begitu saja,tidak ada kabar seperti di telan bumi.
Dia tak pernah lagi menelepon ataupun mengirimkan uang ke keluarga.
Bahkan, nomornya sudah tidak aktif. Sutarti pun kebingungan setengah mati.
Rasa khawatir terus menghantui siang dan malam. Sutarti kerap meminta bantuan saudaranya untuk mencari tahu keberadaan Tika.
Tak terkecuali Suci, salah satu keponakannya, yang kebetulan juga berada di Hongkong saat ini.
Alamat yang dulu diberikan ternyata tidak jelas. Tidak ketemu,’’ ungkap warga RT 7, RW 1, Desa Banaran, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, itu.
Keluarga berusaha mengumpulkan informasi dari teman-teman sekolah Tika.
Barangkali mendapatkan kejelasan. Juga mengorek kabar dari warga sekampung yang sama-sama berangkat ke Hongkong.
Namun, semuanya memberikan jawaban yang sama, tidak pernah melihat Tika.
Akun media sosial (medsos)-nya pun dinonaktifkan. Kabar TKI yang mengalami kekerasan majikan sempat menghantui sang ibu.
‘’Pernah lihat di televisi. Jika tidak ada kabar mungkin terjadi sesuatu di sana,’’ tutur sang ibu.
Namun, pikiran itu dibuang jauh-jauh oleh Sutarti.
Sebab, saat terakhir kali memberi kabar, Tika mengaku betah tinggal di sana karena mendapat majikan yang baik hati.
Tinggal di negeri orang memang butuh adaptasi. Apalagi, iklim, budaya, dan bahasanya jauh berbeda.
‘’Setiap hari hanya bisa berdoa. Semoga anak saya tidak kenapa-kenapa,’’ harapnya.
Tiga tahun silam Sutarti sempat mendatangi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang memberangkatkan Tika.
Namun, PT Putra Bragas Mandiri yang memberangkatkan Tika tidak tahu-menahu dengan keberadaan terkini Tika.
Sebab, kontrak Tika sudah berakhir satu tahun sebelumnya sehingga tidak lagi menjadi tanggung jawab perusahaan tersebut.
‘’Orang yang dulu membawa Tika ke PT,ternyata sudah tidak bekerja di sana. Nomornya juga sudah tidak aktif,’’ terangnya.
Mendapati jalan buntu, Sutarti mengaku sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Tiba-tiba, keponakannya Suci mendapati foto Tika di akun Line miliknya beberapa bulan terakhir.
Namun, penampilannya jauh berbeda. Postur Tika terlihat lebih subur dengan rambut panjang berwarna pirang.
‘’Dulu waktu berangkat badannya masih kurus tinggi,’’ kenangnya.
Tak yakin, Suci lantas mengirimkan foto yang mirip Tika itu kepada keluarga di kampung halaman.
Sutarti pun membenarkan jika foto di akun Line itu adalah putrinya.
Namun, ketika saudara-saudaranya berusaha mengirimkan komentar di status dan foto yang di-posting-nya, tiba-tiba saja diblokir.
Alhasil, mereka tidak bisa mengetahui kondisi Tika sebenarnya.
‘’Saya juga bingung kenapa,’’ ungkapnya.
Sejatinya, Tika bukan kali pertama mengadu nasib ke luar negeri. Sekitar 2008 silam, dia pernah bekerja di Singapura.
Juga sebagai PRT. Setelah kontrak kerjanya selesai, Tika kembali ke kampung halaman.
Hanya dalam hitungan bulan, Tika mengutarakan niatnya untuk kembali berangkat ke luar negeri. Kali ini negara yang dituju adalah Hongkong.
‘’Karena banyak keluarga dan teman yang ada di sana,’’ jelasnya.
Sutarti memang tidak pernah melarang putrinya bekerja di luar negeri. Sebagai buruh tani, Sutarti memang tak bisa menuruti semua keinginan putrinya.
Terlebih, dengan perkembangan zaman, semuanya sudah serba canggih.
Handphone yang notabenenya adalah barang mewah, Sutarti tidak mampu membelikan. Sehingga dia pun mengiyakan ketika Tika ingin bekerja di luar negeri.
‘’Pulanglah Nak, Ibu sudah kangen,’’ harapnya.
Salah seorang saudaranya yang berhasil bekerja di Hongkong merekomendasikan Tika untuk berangkat dari PT Putra Bragas Mandiri.
Perusahaan itu berada di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Salah seorang pegawai perusahaan bahkan datang langsung ke rumah.
Tika juga dijemputnya. Enam bulan Tika berada di penampungan TKI sebelum berangkat ke Hongkong.
‘’Saat di penampungan sering telepon. Bilang kangen,’’ kenangnya.
Kini Sutarti hanya tinggal berdua dengan adiknya Supriyanto.
Anak keduanya Anggoro Tri Widianto sudah bekerja dan tinggal di Kabupaten Magetan. Rasa kesepian kerap menghampirinya.
Sutarti hanya bisa menatap foto Tika selepas pulang dari Singapura.
Foto dengan rambut pendek itu kerap dipeluknya hingga tertidur.
‘’Sering lihat handphone, barangkali dia telepon. Tapi tetap tidak ada. Padahal saya tidak pernah ganti nomor,’’ terangnya.
Sutarti begitu berharap Tika dapat memberi kabar.
Bagaimana kabar terkini, apa yang dilakukan di sana, dan masih banyak pertanyaan yang ingin dia ketahui.
Syukur-syukur, putrinya itu bisa segera pulang.
Dia tidak mempermasalahkan jika putrinya pulang tidak membawa uang. Baginya, Tika lebih berharga dari harta.