Breaking News

Diiming-imingi Bekerja di Jepang, Puluhan TKI Tertipu Calo

https://ksmtour.com/media/images/articles/tips-wisata-jepang.jpg 
Keinginan para puluhan tenaga kerja Indonesia asal Tulungagung, Blitar, dan Kediri yang bekerja di Jepang kandas setelah petugas imigrasi setempat menangkap mereka di Bandara Internasional Haneda, Tokyo. 
“Katanya visa dan paspor kami tidak untuk bekerja,” kata Sunaryo, perwakilan buruh migran, setelah mengadu ke kantor Serikat Buruh Merdeka di Tulungagung, Rabu, 31 Agustus 2016.
 
Menurut Sunaryo, kepergiannya ke Jepang untuk mencari pekerjaan yang dijanjikan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang berkantor di Sidoarjo pada Mei lalu. Kepada Sunaryo, calo perusahaan itu berjanji akan mempekerjakan dia di perusahaan pengepakan buah dan pabrik beton. 
Dengan iming-iming upah Rp 25 juta per bulan, tawaran itu disambut puluhan calon tenaga kerja dari Tulungagung, Blitar, dan Kediri. Para eks tenaga kerja dari Malaysia dan Taiwan pun turut memperebutkan tawaran itu.

Sunaryo menuturkan setiap calon TKI diminta menyerahkan uang sebesar Rp 50-70 juta sebagai biaya pengurusan dokumen dan persyaratan bekerja. Meski merogoh kocek yang tak sedikit, Sunaryo tetap percaya. Dia bahkan mengajak dua adiknya untuk mengadu peruntungan di Jepang. 

Selain dia, puluhan tenaga kerja lain ikut dalam pendaftaran tersebut. “Kami sempat curiga karena tak pernah dilatih bahasa Jepang saat diinapkan di Jakarta,” ujar Sunaryo.

Merasa menjadi korban penipuan, Sunaryo dan kawan-kawan kembali ke Indonesia setelah sempat menjalani pemeriksaan sehari di Jepang. Para buruh migran ini juga sempat mengadukan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang telah memungut biaya itu ke Kepolisian Resor Tulungagung pada Mei lalu. 
Namun, kata Sunaryo, laporan tersebut tak kunjung ditindaklanjuti. Karena itu, mereka memutuskan mengadu ke lembaga swadaya masyarakat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.

Mahendra Setia Budi, aktivis Serikat Buruh Merdeka, berjanji mendatangi Polres Tulungagung dan Dinas Tenaga Kerja. “Kasus ini terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktek calo PJTKI (penyalur jasa tenaga kerja Indonesia),” tuturnya.  (*)
 
Sumber Text:Nasional-Tempo