2 Eks BMI Terdakwa Bom Bunuh Diri Direkrut Secara Online

Pada Desember 2016, Densus 88 menangkap seorang mantan BMI Hong Kong bernama Ika Puspitasari di Indonesia. Densus 88 lantas membeberkan bagaimana Ika telah direkrut sebagai pengantin lewat online dan dipersiapkan sebagai pelaku bom bunuh diri di luar Jawa. Ika kini menjadi terdakwa kasus terorisme dengan bukti berupa buku, telepon seluler, paspor dan identitas lainnya terkait rencana bom bunuh diri pada malam tahun baru 2017.
Ika ditangkap tak lama setelah Densus 88 menangkap terdakwa lainnya yaitu Dian Yulia Novi, seorang mantan BMI Taiwan. Dian yang menjadi terdakwa terorisme kasus bom panci di depan Istana Kepresidenan di Jakarta ini juga berstatus sebagai pengantin online yang direkrut lewat media sosial.
Sebelum beraksi, Dian Yulia Novi bahkan mengirimkan surat kepada keluarganya untuk mohon doa restu melakukan bom bunuh diri di depan Istana Negara. Namun Densus 88 berhasil menggagalkan rencana terorisme Dian maupun Ika dan saat berita ini diturunkan, keduanya sedang menjalani persidangan kasus mereka.
“Biasanya memang pengaruhnya dari online atau pembicaraan pribadi ke pribadi, tapi saya ragu apa memang ada ustaz yang khusus datang untuk menyebarkan itu, karena sejak 3 tahun yang lalu semua ustaz yang ke sini harus melewati screening saya dan Pak Danur (Konsul Polisi KJRI Hong Kong) terlebih dahulu, entah untuk mereka yang akan ke pengajian-pengajian, ke masjid-masjid Wan Chai atau Kowloon, dan mereka semua tidak ada yang seperti itu, kecuali memang yah, kalau ada yang diam-diam, kita tidak tahu juga,” kata Ustaz Abdul Muhaemin Karim kepada SUARA.
Untuk itu, Ustaz Muhaemin mengimbau para BMI di Hong Kong maupun Macau untuk berhati-hati terhadap ajakan-ajakan ikut paham radikal yang banyak menyebar lewat media sosial. Termasuk, dengan cara menawarkan menjadi pengantin online lewat facebook, twitter ataupun telegram dengan mengatasnamakan agama.
“Jangan mudah percaya dengan tawaran-tawaran menikah online lewat facebook seperti itu, karena saya percaya kalau menikah itu orangnya harus hadir, barulah bisa dibilah sah. Kalau lewat online saja, tidak, menurut saya tidak sah itu, apalagi kalau itu sampai dimanfaatkan untuk yang aneh-aneh,” kata Ustaz Haji Abdul Muhaemin Karim kepada SUARA, Selasa, (1/8/2017).
Laporan Insititute for Politicy Analysist of Conflict (IPAC) per tanggal 26 Juli 2017 membeberkan bagaimana ajakan menikah lewat online menjadi salah satu cara merekrut wanita sebagai istri untuk para pejuang ISIS.
“Saya minta agar teman-teman di sini jangan gampang terpengaruh yang seperti itu, orang yang tadinya nggak macam-macam, malah jadi aneh nantinya. Masuk surga itu kan tidak segampang itu, jadi jangan mudah percaya,” kata Ustaz Muhaemin.
Ustaz Muhaemin meminta para BMI berhati-hati terhadap ajakan mendukung jihad ISIS ke Suriah maupun Irak karena menurutnya, organisasi tersebut justru telah memporak-porandakan Islam. “ Untuk ajakan jihad IS (ISIS), saya minta para BMI berhati-hati karena IS itu justru memporak-porandakan Islam dan mereka juga berjuang menggunakan cara-cara yang kejam, dengan mengatasnamakan solidaritas agama, jadi buat apa kita mendukung yang seperti itu?,” kata Ustaz Muhaemin.
Himbauan serupa juga diungkapkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kyai Haji Said Aqil, saat berkunjung menemui komunitas NU di Hong Kong. KH Said Agil meminta para BMI anggota NU menjauhi paham radikalisme dan terus berbangga hati sebagai umat Islam yang menjaga semangat kebangsaan dan menjunjung Pancasila serta UUD 45.
Menyusupnya paham radikal lewat online
Laporan IPAC tentang penyusupan paham radikalisasi di antara BMI di Hong Kong yang dikeluarkan pada 26 Juli 2017 membeberkan bagaimana paham radikaslime biasa menggunakan media online untuk merekrut wanita sebagai ‘pengantin’ para pendukung mereka. Pria dan wanita tersebut lantas menikah secara online sekalipun belum pernah bertemu secara langsung.