Breaking News

Cerita Kedua Orang Tua TKW Asal NTT yang Tewas Dibunuh di Malaysia

Cerita Kedua Ortu TKW Asal NTT yang Tewas Dibunuh di Malaysia 

Metusalak Selan lelaki paruh baya itu mendatangi Kementerian Ketenagakerjaan. Dia datang untuk mengadu kepada Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri atas putrinya yang bernama Yufrida Selan yang tewas di Malaysia.

Metusalak menceritakan bahwa anaknya yang pergi ke Malaysia untuk menjadi TKW adalah korban sindikat human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Yufrida pergi tanpa sepengetahuan orang tuanya di rumah.

"Saya dari ufuk timur, hanya petani biasa yang tiap hari di ladang. Anak saya yang bernama aslinya Yufrinda Selan, keluar dari rumah tanpa ketahuan orang tua, termasuk saya, sejak 2 September 2015," ujar Metusalak di Kemenaker, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (27/9/2016).

Setelah itu, ia mencari anaknya di Kupang selama 3 bulan. Tapi perjuangan itu tidak membuahkan hasil. Karena penghasilan yang tidak besar, Metusalak pun kembali ke rumahnya di Tupan, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.

Tapi Metusalak tidak tinggal diam, ia terus mencari kabar sembari tiap hari berdoa untuk keselamatan anaknya. Sayang kabar tak kunjung datang hingga pada 13 Juli 2016, ada petugas Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang mencarinya.

"Saya juga bekerja bangunan di Kupang, istri saya langsung telepon. Istri bilang, anak saya sudah meninggal di Malaysia. Saya langsung pulang. Sampai di rumah, petugas BNP2TKI ternyata sudah kembali ke Kupang," kata Metusalak.

Ia lalu mendapatkan kepastian bahwa jenazah putrinya akan tiba pada Minggu, 14 Juli 2016. Metusalak diminta datang ke Kupang untuk membawa jenazah putrinya.

"Jam 5 jenazah sudah tiba di Bandara Kupang. Saya lihat fotonya, saya lihat peti jenazah. Anak saya dipalsukan namanya menjadi Melinda Sepay," ucap Metusalak.

"Hanya pas poto yang ada di atas peti. Tidak ada berkas apa-apa. Saya tanyakan ke BNP2TKI, mana berkasnya? Setelah itu baru diserahkan berkasnya, dan dibuat berita acara serah terimanya," lanjutnya.

Sebelum membawa jenazah anaknya ke Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), Metusalak lapor kepada polisi. Ia ingin membuka peti untuk memastikan bahwa itu adalah jenazah Yufrida.

"Tapi mereka tidak mau. Maka saya bawa ke Soe dan saya langsung ke polsek. Mereka tidak mau membuka. Lalu kami laporkan ke polres. Kemudian dibawa ke RS untuk divisum. Jenazahnya baru dibuka 15 Juli 2016," kata Metusalak.

Ketika itu, jenazah Yufrida sudah menjalani autopsi di Malaysia. Ia diduga tewas dengan gantung diri di rumah majikannya di Ceras, Malaysia. Polisi menaruh curiga terhadap tewasnya Yufrida.

Hal serupa dialami oleh Petrus Bouk, bapak kandung Dolfina Abuk. Dolfina juga menjadi TKW di Malaysia. Dan ia kembali pulang ke tanah kelahirannya dalam keadaan meninggal dunia. Bedanya, Dolfina sempat pamit sebelum pergi ke Malaysia.

"Waktu pemberangkatan kami semua tahu bahwa anak saya ke Malaysia. Ada 2 orang yang saya kenal. Kami masuk 1 tahun, masih ada berita. Ada kebutuhan anak sekolah, maka minta dikirim dulu. Dia bersedia, maka dikirim," tutur Petrus Bouk.

Namun, setelah kontrak 2 tahun habis, sudah tidak ada kabar dari Dolfina. Hingga pada Sabtu, 9 April 2016, Petrus menerima kabar duka atas meninggalnya Dolfina.

"Tiba-tiba jam 3 malam, orang yang saya kenal itu datang ke rumah. Dia bilang Dolfina meninggal di Malaysia. Dia kabarkan itu tanggal 9 April," kata Petus.

Pada pukul 20.00 WIB, jenazah Dolfina tiba di rumah dengan diantarkan 2 mobil. Petrus langsung menanyakan apa sebab kematian anak putrinya.

"Dia jawab, 'saya tidak tahu'. Ini dipaksa dari Malaysia. Saya bilang jangan, itu anak sudah meninggal, jangan tambah masalah lagi. Dia kasih keluar 66 juta. Terus dia bilang yang Rp 30 juta adalah uang asuransi," ujarnya.

Petrus begitu kaget ketika ia membuka peti jenazah putrinya. Sebab, ia menemukan ada luka di tubuh anaknya. Kedua orang yang mengantar mengatakan bahwa luka itu ada karena Dolfina telah menjalani otopsi di Malaysia sebelum dipulangkan.

"Pak, uangnya sudah saya pegang, tapi jangan pulang dulu. Betul kah tidak di dalamnya ada anak saya. Ketika dibuka, kemudian saya lihat ada banyak luka. Ada robekan dari dada hingga perut. Di leher juga ada luka," ungkap Petrus.

Ikut mendampingi ke Jakarta ada Ino Naitio, mahasiswa dari Kupang. Ia mengatakan bahwa rata-rata di NTT, ketika jenazah dipulangkan, memang sudah menjalani otopsi. Ia juga mendapatkan info kalau ada 2 jenazah di Malaysia yang akan dipulangkan. Tapi belum dilakukan karena masih mencari alamat yang jelas.

"Info yang saya dapat dari BNP2TKI ada 2 jenazah di Malaysia, dan siap dipulangkan. Cuma belum ada alamat yang jelas," ujar Ino.

Sumber: Detik