Sebut TKI Babu dan Mengemis, Fahri Hamzah Diminta Mundur dari Ketua Timwas
Organisasi Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mengecam keras pernyataan Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Tim Pengawasan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Fahri Hamzah. Pernyataan di Twitter tersebut dinilai merendahkan martabat buruh migran atau TKI.
Juru Bicara JBMI Eni Lestari mengatakan, sebagai jaringan yang selama ini berjuang memberdayakan dan menegakkan martabat buruh migran, JBMI sangat khawatir dengan pernyataan-pernyataan Fahri Hamzah yang tidak berlandaskan fakta, merusak reputasi buruh migran dan menjerumuskan masyarakat.
"Jika Fahri mempelajari seluk-beluk persoalan buruh migran, tentu dia tahu bahwa anak bangsa menjadi 'babu' di negeri orang, karena memang negara gagal mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja layak di dalam negeri," kata Eni dalam keterangan tertulisnya, Selasa 24 Januari 2017.
Eni mengatakan ada dua pernyataan Fahri yang dinilai merendahkan martabat buruh migran atau TKI selama awal 2017. Pertama, pernyataan pada 12 Januari 2017 seperti dikutip media online yang menyebutkan, "... ada sekitar 1.000 tenaga kerja perempuan dan sekitar 1.000 anaknya itu yang akhirnya harus diasuh oleh NGO, karena kelahirannya tidak dikehendaki dan … ada 30% dari tenaga kerja kita di Hong Kong yang mengidap HIV”.
Padahal, kata Eni, melalui siaran pers pada 14 Januari 2017, LSM PathFinders yang dijadikan rujukan telah membantah data yang disampaikan Fahri Hamzah.
"Beberapa data yang tidak akurat, salah dikaitkan dan dapat menyesatkan reputasi publik pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Sejak didirikan 8 tahun lalu, PathFinders telah menangani 4.100 kasus orang dari berbagai negara termasuk 1.400 bayi dan balita. Di antaranya 930 WNI yang hamil dan melahirkan. Tidak benar jika kelahiran mereka tidak diinginkan. Lebih dari 90% dari anak-anak tersebut tinggal bersama ibunya."
Eni menegaskan PathFinders juga membantah telah membuat pernyataan bahwa 30% dari tenaga kerja di Hong Kong mengidap HIV/AIDS.
Kedua, Eni melanjutkan, pernyataan Fahri melalui akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah pada 24 Januari 2017. Fahri menyebutkan buruh migran atau TKI dengan nama babu.
"Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela."
Gagal Mencari Solusi
Eni menjelaskan, anak bangsa menjadi 'babu' di negeri orang karena sejak 1990 pemerintah memang sudah menargetkan pengiriman TKI setiap tahun, dan menjadikan devisa TKI sebagai andalan kas negara.
"Ketika anak bangsa terlantar di luar negeri menuntut pelayanan dan perlindungan, itupun belum tentu diberikan. Sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI, Fahri gagal memahami persoalan mendasar dan solusi yang dibutuhkan buruh migran diluar negeri," dia menegaskan.
Menurut Eni, lebih dari 10 juta buruh migran di luar negeri teraniaya dan terlantar, karena hingga detik ini mereka tidak diakui sebagai pekerja di dalam hukum Indonesia dan di hukum negara penempatan.
"Hak-hak buruh migran ditiadakan dan kita dipaksa hidup di bawah naungan PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) dan agen. Tapi nampaknya kenyataan-kenyataan ini tidak dijadikan perhatian utama Fahri untuk dipecahkan," ujar dia.
Jika paham kenyataan dan aspirasi buruh migran, kata Eni, tentu Fahri Hamzah akan memperjuangkan agar Revisi UU PPTKILN Nomor 39 Tahun 2004. Juga mengabdi pada pengakuan dan perlindungan sejati yang diharapkan buruh migran serta keluarganya.
"Fahri juga pasti akan turut memperjuangkan tuntutan rakyat untuk lapangan kerja layak di dalam negeri, industri yang mengutamakan kebutuhan rakyat, penurunan harga kebutuhan dan pelayanan. Serta menghentikan perampasan tanah dan militerisme dan berbagai bentuk kekerasan terhadap rakyat lainnya," dia menegaskan.
Dicopot dari Ketua Timwas TKI
Atas dua pernyataan tersebut, JBMI menyatakan Fahri Hamzah sudah tidak layak lagi menjadi anggota DPR dan Ketua Tim Pengawasan TKI. Untuk itu, JBMI menuntut agar Fahri meminta maaf secara resmi dan terbuka serta mencabut pernyataannya.
"JBMI menuntut agar Fahri Hamzah untuk meminta maaf secara resmi dan terbuka serta mencabut pernyataannya," ujar Eni.
JBMI sebagai jaringan yang menyatukan organisasi-organisasi massa buruh migran yang berada di Hong Kong, Macau, Taiwan, dan Indonesia itu juga mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), untuk menurunkan Fahri Hamzah dari jabatannya sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI.
"Fahri Hamzah (juga) untuk mundur sebagai Wakil Ketua DPR-RI," Eni menandaskan.
Sumber:Liputan6
Juru Bicara JBMI Eni Lestari mengatakan, sebagai jaringan yang selama ini berjuang memberdayakan dan menegakkan martabat buruh migran, JBMI sangat khawatir dengan pernyataan-pernyataan Fahri Hamzah yang tidak berlandaskan fakta, merusak reputasi buruh migran dan menjerumuskan masyarakat.
"Jika Fahri mempelajari seluk-beluk persoalan buruh migran, tentu dia tahu bahwa anak bangsa menjadi 'babu' di negeri orang, karena memang negara gagal mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja layak di dalam negeri," kata Eni dalam keterangan tertulisnya, Selasa 24 Januari 2017.
Eni mengatakan ada dua pernyataan Fahri yang dinilai merendahkan martabat buruh migran atau TKI selama awal 2017. Pertama, pernyataan pada 12 Januari 2017 seperti dikutip media online yang menyebutkan, "... ada sekitar 1.000 tenaga kerja perempuan dan sekitar 1.000 anaknya itu yang akhirnya harus diasuh oleh NGO, karena kelahirannya tidak dikehendaki dan … ada 30% dari tenaga kerja kita di Hong Kong yang mengidap HIV”.
Padahal, kata Eni, melalui siaran pers pada 14 Januari 2017, LSM PathFinders yang dijadikan rujukan telah membantah data yang disampaikan Fahri Hamzah.
"Beberapa data yang tidak akurat, salah dikaitkan dan dapat menyesatkan reputasi publik pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Sejak didirikan 8 tahun lalu, PathFinders telah menangani 4.100 kasus orang dari berbagai negara termasuk 1.400 bayi dan balita. Di antaranya 930 WNI yang hamil dan melahirkan. Tidak benar jika kelahiran mereka tidak diinginkan. Lebih dari 90% dari anak-anak tersebut tinggal bersama ibunya."
Eni menegaskan PathFinders juga membantah telah membuat pernyataan bahwa 30% dari tenaga kerja di Hong Kong mengidap HIV/AIDS.
Kedua, Eni melanjutkan, pernyataan Fahri melalui akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah pada 24 Januari 2017. Fahri menyebutkan buruh migran atau TKI dengan nama babu.
"Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela."
Gagal Mencari Solusi
Eni menjelaskan, anak bangsa menjadi 'babu' di negeri orang karena sejak 1990 pemerintah memang sudah menargetkan pengiriman TKI setiap tahun, dan menjadikan devisa TKI sebagai andalan kas negara.
"Ketika anak bangsa terlantar di luar negeri menuntut pelayanan dan perlindungan, itupun belum tentu diberikan. Sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI, Fahri gagal memahami persoalan mendasar dan solusi yang dibutuhkan buruh migran diluar negeri," dia menegaskan.
Menurut Eni, lebih dari 10 juta buruh migran di luar negeri teraniaya dan terlantar, karena hingga detik ini mereka tidak diakui sebagai pekerja di dalam hukum Indonesia dan di hukum negara penempatan.
"Hak-hak buruh migran ditiadakan dan kita dipaksa hidup di bawah naungan PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) dan agen. Tapi nampaknya kenyataan-kenyataan ini tidak dijadikan perhatian utama Fahri untuk dipecahkan," ujar dia.
Jika paham kenyataan dan aspirasi buruh migran, kata Eni, tentu Fahri Hamzah akan memperjuangkan agar Revisi UU PPTKILN Nomor 39 Tahun 2004. Juga mengabdi pada pengakuan dan perlindungan sejati yang diharapkan buruh migran serta keluarganya.
"Fahri juga pasti akan turut memperjuangkan tuntutan rakyat untuk lapangan kerja layak di dalam negeri, industri yang mengutamakan kebutuhan rakyat, penurunan harga kebutuhan dan pelayanan. Serta menghentikan perampasan tanah dan militerisme dan berbagai bentuk kekerasan terhadap rakyat lainnya," dia menegaskan.
Dicopot dari Ketua Timwas TKI
Atas dua pernyataan tersebut, JBMI menyatakan Fahri Hamzah sudah tidak layak lagi menjadi anggota DPR dan Ketua Tim Pengawasan TKI. Untuk itu, JBMI menuntut agar Fahri meminta maaf secara resmi dan terbuka serta mencabut pernyataannya.
"JBMI menuntut agar Fahri Hamzah untuk meminta maaf secara resmi dan terbuka serta mencabut pernyataannya," ujar Eni.
JBMI sebagai jaringan yang menyatukan organisasi-organisasi massa buruh migran yang berada di Hong Kong, Macau, Taiwan, dan Indonesia itu juga mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), untuk menurunkan Fahri Hamzah dari jabatannya sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI.
"Fahri Hamzah (juga) untuk mundur sebagai Wakil Ketua DPR-RI," Eni menandaskan.
Sumber:Liputan6