Sembilan Tahun Kerja di Arab, Yeti Pulang dalam Kondisi Memprihatinkan
Setelah sembilan tahun bekerja di Arab Saudi, Yeti Sumiati (43) kembali ke kampung halamannya di Desa Cinengah, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Tubuh Yeti penuh dengan bekas luka penganiayaan. Lebih memperihatinkan lagi, selama bekerja di Arab dia tak pernah menerima upah.
Kepala Desa Cinengah Ali Sadili menuturkan, Yeti berangkat ke Arab melalui perusahaan bernama Marcoria Putra pada Mei 2008. Ia bekerja di Riyadh pada keluarga Sarhan Mohammed Al Qorni. Yeti pulang kembali ke kampung halamannya pada Januari 2017.
"Sewaktu pulang, kondisinya sangat memprihatinkan. Ada luka lebam di sekujur tubuhnya. Di kepalanya ada dua luka bekas jahitan. Di mata, tangan, pinggul, dan punggungnya juga luka lebam seperti bekas penganiayaan," kata Ali, Senin, 29 Mei 2017.
Berdasarkan cerita Yeti, dia mengungkapkan, majikan Yeti kerap berperilaku kasar kepada Yeti saat bekerja di Riyadh masih dalam hitungan bulan. Tak tahan, ibu dari dua anak tersebut lantas meminta pindah bekerja. Akhirnya, Yeri dipindah ke salah satu kantor bernama Maktab Arab untuk dipekerjakan.
Namun, nasib nahas yang dialami Yeti tidak lantas berakhir. Gaji Yeti selama delapan bulan bekerja di majikan yang lama hanya dibayarkan untuk dua bulan. Petugas di kantor Maktab Amri, Hamad Sebaet merampas gajinya Yeti, dengan dalih untuk kompensasi agar dipekerjakan lagi.
Stres di penampungan
Pada kenyataannya, terang Ali, Yeti malah kian tertekan, karena selama delapan tahun bekerja tak diberi upah sepeser pun. Selain itu, Yeti pun kembali menerima penganiayaan, hingga akhirnya dibuang di suatu tempat. Beruntung, seorang warga negara Indonesia menyelamatkannya dan menampungnya.
"Yeti dibuang begitu saja di tengah jalan, diantarkan dengan menggunakan kendaraan. Untungnya ada WNI yang menyelamatkannya. Yeti kemudian ditampung di sebuah rumah toko di sana dan dibawa ke penampungan yang berdekatan dengan kantor kedutaan RI," katanya.
Di penampungan tersebut, lanjut dia, Yeti semakin stres karena mendapati orang-orang yang senasib dengannya. Agar dapat segera dipulangkan ke Tanah Air, Yeti diharuskan mendandatangani sebuah surat yang melarangnya untuk menuntut para majikannya.
"Di penampungan itu, kata Yeti, ada perempuan yang sedang hamil, bahkan ada yang sudah punya anak. Ada juga yang stres, makanya dia mending dipulangkan ke Indonesia secepatnya. Yang janggal, pas berangkat itu paspornya atas nama Yeti Sumiati bin Enjang. Namun, pas dipulangkan paspornya atas nama Yeti binti Parmi," tuturnya
Sumber : Pikiran